Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Tulis, Lisan dan pembuatan Skor nilai- Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Hasil Belajar-Tes hasil mencar ilmu sanggup diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis), secara mulut (tes lisan) dan dengan tes perbuatan. Adanya adanya perbedaan pelaksanaan tes hasil mencar ilmu tersebut menuntut adanya adanya perbedaan dalam investigasi hasil-hasilnya.
1. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Tertulis
Tes hasil mencar ilmu yang diselenggarakan secara tertulis sanggup dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: tes hasil mencar ilmu (tertulis) bentuk uraian (subjective test = essay test) dan tes hasil mencar ilmu (tertulis) bentuk obyektif (objective test). Karena kedua bentuk tes hasil mencar ilmu itu mempunyai karakteristik yang tidak serupa, sudah barang tentu teknik investigasi hasil-hasilnya pun tidak serupa pula.[1][1]
a. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Bentuk Uraian
Dalam pelaksanaan investigasi hasil tes uraian ini ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu: (1) apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu akan didasarkan sempurna di standar mutlak atau: (2) apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes subyektif itu akan didasarkan sempurna di standar relatif.
Apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu akan didasarkan sempurna di standar mutlak (dimana penentuan nilai secara mutlak akan didasarkan sempurna di prestasi individual), maka mekanisme pemeriksaannya yaitu sebagai berikut:
1) Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh testee dan membandingkannya dengan pedoman yang sudah disiapkan.
2) Atas dasar hasil perbandingan tersebut, tester kemudian mempersembahkan skor untuk setiap butir soal dan menuliskannya di bab kiri dari jawaban testee tersebut.
3) Menjumlahkan skor-skor yang telah dan sudah diberikan.
Adapun apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai akan didasarkan sempurna di standar relative (di mana penentuan nilai akan didasarkan sempurna di prestasi kelompok), maka mekanisme pemeriksaannya yaitu sebagai berikut:
1) Memeriksa jawaban atas butir soal nomor 1 yang diberikan oleh segenap dan semua testee, sehingga diperoleh citra secara umum mengenai kesegenap dan semua an jawaban yang ada.
2) Memberikan skor terhadap jawaban soal nomor 1 untuk segenap dan semua testee.
3) Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk soal tes kedua, ketiga, dan seterusnya
4) Setelah dan sudah jawaban atas segenap dan semua butir soal yang diberikan oleh segenap dan semua testee sanggup diselesaikan, balasannya dilakukanlah penjumlahan skor (yang nantinya akan dijadikan materi dalam pengolahan dan penentuan nilai.[2][2]
b. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Bentuk Obyektif
Memeriksa atau mengoreksi jawaban atas soal tes objektif sempurna di umumnya dilakukan dengan jalan memakai kunci jawaban, ada beberapa macam kunci jawaban yang sanggup dipergunakan untuk mengoreksi jawaban soal tes objektif, yaitu sebagai berikut :[3][3]
1) Kunci berdampingan ( strip keys )
Kunci jawaban berdamping ini terdiri dari jawaban – jawaban yang benar yang ditulis dalam satu kolom yang lurus dari atas kebawah, adapun cara menggunakannya yaitu dengan meletakan kunci jawaban tersebut berjajar dengan lembar jawaban yang akan diperiksa, kemudian cocokkan, apabila jawaban yang diberikan oleh teste benar maka diberi tanda ( + ) dan apabila salah diberi tanda ( - ).
2) Kunci system karbon ( carbon system key )
Pada kunci jawaban system ini teste diminta membubuhkan tanda silang ( X ) sempurna di salah satu jawaban yang mereka anggap benar kemudian kunci jawaban yang telah dan sudah dibentuk oleh teste tersebut diletakan diatas lembar jawaban teste yang sudah ditumpangi karbon kemudian tester mempersembahkan lingkaran sempurna di setiap jawaban yang benar sehingga saat diangkat maka, sanggup diketahui apabila jawaban teste yang berada diluar lingkaran berarti salah sedangkan yang berada didalam yaitu benar.
3) Kunci system bacokan ( panprick system key )
Pada dasarnya kunci system bacokan yaitu sama dengan kunci system karbon. Letak adanya perbedaannya ialah sempurna di kunci sistem ini, untuk jawaban yang benar diberi bacokan dengan paku atau alat penusuk lainnya sementara lembar jawaban testee berada dibawahnya, sehingga bacokan tadi menembus lembar jawaban yang ada dibawahnya. Jawaban yang benar akan tekena bacokan dsedangkan yang salah tidak.
4) Kunci berjendela ( window key )
Prosedur kunci berjendela ini yaitu sebagai berikut :
a) Ambilah blanko lembar jawaban yang masih kosong
b) Pilihan jawaban yang benar dilubangi sehingga seolah – olah mirip jendela
c) Lembar jawaban teste diletakan dibawah kunci berjendela
d) Melalui lubang tersebut kita sanggup menciptakan garis vertical dengan pencil warna sehingga jawaban yang terkena pencil warna tersebut berarti benar dan sebaliknya.
2. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Lisan
Pemeriksaan yang dilaksanakan dalam rangka menilai jawaban – jawaban testee sempurna di tes hasil mencar ilmu secara mulut sempurna di umumnya bersifat subjektif, alasannya yaitu dalam tes mulut itu tester tidak berhadapan dengan lembar jawaban soal yang wujudnya yaitu benda mati, melainkan berhadapan dengan individu atau makhluk hidup yang masing – masing mempunyai ciri dan karakteristik tidak serupa sehingga memungkinkan bagi tester untuk bertindak kurang atau bahkan tidak objektif.[4][4]
Dalam hal ini, investigasi terhadap jawaban testee hendaknya dikendalikan oleh pedoman yang pasti, contohnya sebagai berikut :
a. Kelengkapan jawaban yang diberikan oleh testee.
Pernyataan tersebut mengandung makna “ apakah jawaban yang diberikan oleh testee sudah memenuhi semua unsur yang seharusnya ada dan sesuai dengan kunci jawanban yang telah dan sudah disusun oleh tester
b. Kelancaran testee dalam mengemukakan jawaban
Mencakup apakah dalam mempersembahkan jawaban mulut atas soal – soal yang diajukan ketepat di testee itu cukup lancar sehingga mencerminkan tingkat pemahaman testee terhadap materi pertanyaan yang diajukan ketepat dinya
c. Kebenaran jawaban yang dikemukakan
Jawaban panjang yang dikemukakan oleh testee secara lancar dihadapan tester, belum tentu yaitu jawaban yang benar sehingga tester harus benar – benar memperhatikan jawaban testee tersebut, apakah jawaban testee itu mengandung kadar kebenaran yang tinggi atau sebaliknya.
d. Kemampuan testee dalam mempertahankan pendapatnya
Maksudnya, apakah jawaban yang diberikan dengan penuh kenyakinan akan kebenarannya atau tidak. Jawaban yang diberikan oleh testee secara ragu – ragu yaitu salah satu indikator bahwa testee kurang menguasai materi yang diajukan ketepat dinya.
Demikian seterusnya, penguji sanggup menambahkan unsur lain yang dirasa perlu dijadikan materi evaluasi mirip : perilaku, kesopanan, kedisiplinan dalam menghadapi penguji (tester).[5][5]
3. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Perbuatan
Dalam tes perbuatan ini investigasi hasil-hasil tes nya dilakukan dengan memakai observasi (pengamatan). Sasaran yang perlu diamati yaitu tingkah laku, perbuatan, sikap dan lain sebagainya. Untuk sanggup menilai hasil tes tersebut diharapkan adanya instrument tertentu dan setiap tanda-tanda yang muncul diberikan skor tertentu pula.
contoh dan cara : misalkan instrument yang dipergunakan dalam mengamati calon guru yang melaksanakan praktek mengajar, aspek-aspek yang diamati mencakup 17 unsur dengan skor minimum 1 (satu) dan maksimum (lima).[6][6]
B.Teknik Pemberian Skor Hasil Tes Hasil Belajar
1. Penskoran
Penskoran yaitu langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes. Penskoran yaitu suatu proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi angka-angka.
Angka-angka hasil penskoran itu kemudian diubah menjadi nilai-nilai melalui suatu proses pengolahan tertentu. Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai itu ada yang dengan angka, mirip angka dengan rentangan 0 – 10, 0 – 100, 0 – 4, dan ada pula yang dengan abjad A, B, C, D, dan E.[7][7] cara Dan Teknik menskor hasil tes biasanya diubahsuaikan dengan bentuk soal-soal tes yang dipergunakan, apakah tes objektif atau tes essay, atau dengan bentuk lain.
a. Pemberian skor untuk tes bentuk benar-salah
Dalam memilih angka atau skor untuk tes bentuk benar-salah ini kita sanggup memakai 2 cara, yaitu: (1) Tanpa denda, dan (2) disertakan bersama denda.
Tanpa denda yaitu banyaknya angka yang diperoleh siswa sebanyak jawaban yang cocok dengan kunci. Sedangkan dnegan denda (di akibatkan diragukan ada unsur tebakan), dipakai 2 macam rumus:[8][8]
S = R - W
Pertama, dengan rumus:
S = Score
R = Right
W = Wrong
Skor yang diperoleh siswa sebanyak jumlah soal yang benar dikurangi dengan jumlah soal yang salah.
contoh dan cara :
- Banyaknya soal = 10 butir
- Yang betul = 8 butir soal
- Yang salah = 2 butir soal
Jadi, 8 – 2 = 6
Kedua, dengan rumus:
S = T – 2W
T = Total, artinya jumlah soal dalam tes
contoh dan cara di atas dihitung: S = 10 – (2 x 2) = 10 – 4 = 6
b. Pemberian skor untuk tes bentuk pilihan ganda (multiple choice)
disertakan bersama tes bentuk pilihan ganda, testee diminta melingkari salah satu abjad di depan pilihan jawaban yang disediakan atau membubuhkan tanda lingkaran atau tanda silang (X) sempurna di kawasan yang sesuai di lembar jawaban.
Dalam memilih skor untuk tes pilihan ganda, dikenal 2 macam cara pula yakni tanpa denda dan dengan denda. Tanpa denda apabila banyaknya angka dihitung dari banyaknya jawaban yang cocok dengan kunci jawaban. Sedangkan dengan denda memakai rumus:[9][9]
S = R -
S = Score
W = Wrong
n = Banyaknya pilihan jawaban
contoh dan cara :
- Banyaknya soal = 10 butir
- Banyaknya yang betul = 8 butir soal
- Banyaknya yang salah = 2 butir soal
- Banyaknya pilihan = 3 butir
Maka skornya adalah: S = 8 - = 8 – 1 = 7
c. Pemberian skor untuk tes bentuk jawab singkat (short answer test)
Tes bentuk jawab singkat yaitu bentuk tes yang menghendaki jawaban berbentuk kata atau kalimat pendek. Maka jawaban untuk tes tersebut dihentikan berbentuk kalimat-kalimat panjang, tetapi harus sesingkat mungkin dan mengandung satu pengertian. disertakan bersama persyaratan inilah maka bentuk tes ini dpaat digolongkan ke dalam bentuk tes objektif.
disertakan bersama mengingat jawaban yang Istimewa untuk satu pengertian saja. Maka angka bagi tiap nomor soal gampang ditebak. perjuangan yang dikeluarkan oleh siswa sedikit, tetapi lebih sulit daritepat di tes bentuk betul-salah atau pilihan ganda. Dalam tes bentuk ini, sebaiknya tiap soal diberi angka 2 (dua). Tetapi apabila jawabannya bervariasi contohnya lengkap sekali, lengkap, dan kurang lengkap, maka angkanya sanggup dibentuk bervariasi pula contohnya 2, 1,5, dan 1.[10][10]
d. Pemberian skor untuk tes bentuk menjodohkan (matching)
Pada dasarnya tes bentuk menjodohkan yaitu tes bentuk pilihan ganda, dimana jawaban-jawaban dijadikan satu, demikian pula pertanyaan-pertanyaannya
Karena tes bentuk menjodohkan yaitu tes bentuk pilihan ganda yang lebih kompleks. Maka angka yang diberikan sebagai imbalan juga harus lebih banyak. Sebagai ancar-ancar sanggup ditentukan bahwa angka untuk tiap nomor yaitu 2 (dua).[11][11]
e. Pemberian skor untuk tes bentuk uraian
Sebelum menyusun sebuah tes uraian sebaiknya kita tentukan terlebih dahulu pokok-pokok jawaban yang kita kehendaki. disertakan bersama demikian, maka akan mempermudah kita dalam mengoreksi tes itu.
Tidak ada jawaban yang niscaya terhadap tes bentuk uraian ini. Jawaban yang kita peroleh akan sangat beraneka ragam, beda antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Langkah-langkah kontribusi skornya adalah:
1) Membaca soal pertama dari segenap dan semua siswa untuk memperoleh citra mengenai lengkap tidaknya jawaban yang diberikan siswa secara kesegenap dan semua an.
2) Menentukan angka untuk soal pertama tersebut. Misalnya kalau jawabannya lengkap diberi angka 5, kurang sedikit diberi angka 4, begitu seterusnya.
3) Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk soal tes kedua, ketiga, dan seterusnya.
4) Menjumlahkan angka-angka yang diperoleh oleh masing-masing siswa untuk tes bentuk uraian.
Alternatif kedua untuk kontribusi skor sempurna di tes bentuk uraian yaitu dengan memakai cara kontribusi angka yang relatif. Misalnya untuk sesuatu nomor soal jawaban yang paling lengkap Istimewa untuk mengandung 3 unsur, sempurna dihal yang kita kita menghendaki 5 unsur, maka ketepat di jawaban yang paling lengkap itulah kita berikan angka 5, sedangkan yang menjawab Istimewa untuk 2 atau 1 unsur, kita beri angka lebih sedikit, yaitu contohnya 3,5; 2; 1,5; dan seterusnya.
Apa yang telah dan sudah diterangkan di atas ini yaitu cara mempersembahkan angka dengan memakai atau mendasarkan sempurna di norma kelompok (norm referenced test). Apabila dalam mempersembahkan angka memakai atau mendasarkan sempurna di standar mutlak (Criterion referenced test), maka langkah-langkahnya adalah:
1) Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh siswa dan dibandingkan dengan kunci jawaban yang telah dan sudah disusun.
2) Membubuhkan skor di sebelah kiri setiap jawaban. Ini dilakukan per nomor soal.
3) Menjumlahkan skor-skor yang telah dan sudah dituliskan sempurna di setiap soal.
disertakan bersama cara ini maka skor yang diperoleh siswa tidak dibandingkan dnegan jawaban paling lengkap yang diberikan oleh siswa lain, tetapi dibandingkan dengan jawaban lengkap yang dikehendaki dan sudah ditentukan oleh guru.[12][12]
f. Pemberian skor untuk tes bentuk tugas[13][13]
Tolak ukur yang dipakai sebagai ukuran keberhasilan kiprah adalah:
1) Ketepatan waktu
2) Bentuk fisik pengerjaan kiprah yang menandkan keseriusan dalam mengerjakan tugas.
3) Sistematika yang menyampaikan alur keruntutan pikiran.
4) Kelengkapan isi menyangkut ketuntasan penyelesaian dan ketepat ditan isi.
5) Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan oleh guru.
Dalam mempertimbangkan nilai simpulan perlu dipikirkan peranan masing-masing aspek kriteria tersebut, contohnya demikian:
- Ketepatan waktu, diberi bobot 2
- Bentu fisik, diberi bobot 1
- Sistematika, diberi bobot 3
- Kelengkapan isi, diberi bobot 3
- Mutu hasil, diberi bobot 3
Maka nilai simpulan untuk kiprah tersebut diberikan rumus:
NAT =
NAT yaitu Nilai Akhir Tugas
2. Perbedaan Skor dan Nilai
Apa yang terjadi selama ini, banyak di antara para guru yang masih mencampuradukkan antara dua pengertian, yaitu skor dan nilai.
Skor : hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa, dengan memperhitungkan bobot jawaban betulnya.[14][14]
Nilai : angka (bisa juga huruf) yang yaitu hasil ubahan dari skor yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor lainnya, serta dengan memakai acuan/standar tertentu, yakni pola patokan dan pola norma.[15][15]
a. Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Suatu evaluasi disebut PAP kalau dalam melaksanakan evaluasi itu mengacu sempurna di suatu kriteria pencapaian tujuan yang telah dan sudah dirumuskan sebelumnya.
Sebagai contoh, misalkan untuk sanggup diterima sebagai calon penerbang di sebuah forum penerbangan, setiap calon harus memenuhi syarat antara lain tinggi tubuh sekurang-kurangnya 165 cm dan mempunyai tingkat kecerdasan (IQ) serendah-rendahnya 130. Berdasarkan kriteria atau patokan itu, siapapun calon yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut ditetapkan gagal dalam tes atau tidak akan diterima sebagai calon penerbang.[16][16]
b. Penilaian Acuan Norma (PAN)
Penilaian pola norma yaitu evaluasi yang dilakukan dengan mengacu sempurna di norma kelompok, nilai-nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk di dalam kelompok itu.
Yang dimaksud dengan “norma” dalam hal ini yaitu kapasitas atau prestasi kelompok, sedangkan yang dimaksud dengan “kelompok” yaitu semua siswa yang mengikuti tes tersebut. Nilai hasil PAN tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa sehubungan materi proses acara mencar ilmu mengajar yang diteskan, tetapi Istimewa untuk menyampaikan kedudukan siswa di dalam peringkat kelompoknya.[17][17]
C. Teknik Pengolahan Hasil Tes Hasil Belajar
1. Mengolah Skor Mentah Menjadi Nilai Huruf
Pengolahan skor mentah menjadi nilai abjad memakai sifat-sifat yang terdapat sempurna di kurva normal sebagai dasar perhitungan. Adapun ciri-ciri atau sifat-sifat distribusi normal antara lain yaitu mirip berikut:[18][18]
a. Mengolah Skor Mentah Menjadi Nilai Huruf dengan Menggunakan Mean (M) dan Deviasi Standar (DS)
Mencari mean (M) dan Deviasi Standar (DS) dalam rangka mengolah skor mentah menjadi nilai abjad sanggup dilakukan dengan dua cara, yaitu kalau banyaknya skor yang diolah kurang dari 30, dipakai tabel distribusi frekuensi tunggal. Dan kalau banyaknya skor yang diolah lebih dari 30, contohnya hingga 40 atau 50 skor atau lebih, sebaiknya dipakai tabel distribusi frekuensi bergolong. Berikut ini sebuah contoh yang memakai tabel distribusi frekuensi tunggal.
Misalkan seorang guru memperoleh skor mentah dari haisl tes yang telah dan sudah diberikan ketepat di 20 orang siswa sebagai berikut:[19][19]
Skor mentah itu akan diolah menjadi nilai abjad A, B, C, D, TL dengan memakai M dan DS. Untuk itu kita menciptakan tabel sebagai berikut:
Langkah-langkah menyusun tabel:
1) Masukkan nama siswa (ke dalam kolom 1) dan skor masing-masing siswa (ke dalam kolom 2), kemudian jumlahkan. Kita akan memperoleh .
2) Hitunglah mean (M) dengan membagi jumlah skor itu ( ) dengan N (banyaknya siswa yang dites). Kaprikornus rumus untuk memperoleh M itu adalah: M =
3) Isilah kolom 3 dengan selisih (deviasi) tiap-tiap skor dari mean (X-M)
4) Isilah kolom 4 dengan menguadratkan angka-angka dari kolom 3. Kemudian jumlahkan sehingga kita peroleh
5) Langkah terakhir yaitu menghitung mean dan DS dengan rumus-rumus sebagai berikut:
M = dan DS =
Tabel untuk menghitung Mean dan DS
Nama Siswa
Skor Mentah (X)
(X - M) atau (d)
1) Pertama-tama kita memilih besarnya Skala Unit Deviasi (SUD). Misalnya dalam pembagian terstruktur mengenai ini kita akan memakai segenap dan semua jarak range dari kurva normal, yaitu antara -3 DS s.d. + 3 DS = 6 DS. Karena nilai abjad yang akan dipakai yaitu A – B – C – D – E – TL yang berarti = 4 unit, dan kita tentukan besarnya SUD = 6 DS : 4 = 1,5 DS. Jadi, SUD = 1,5 x 8,69 = 13,035, dibulatkan = 13. 2) Titik tengah nilai C terletak sempurna di mean = 60 di akibatkan C yaitu nilai tengah sempurna di skala evaluasi A - B – C – D – TL.
3) Langkah selanjutnya kita memilih batas bawah (lower limit) dan batas atas (upper limit) dari masing-masing nilai huruf.
- Karena titik tengah C = M = 60, maka
- Batas bawah C = M – 0,5 SUD
60 - (0,5 x 13) = 53,5
- Batas atas C = M + 0,5 SUD
60 + (0,5 x 13) = 66,5
- Batas bawah D = M – 1,5 SUD
60 – (1,5 x 13) = 34
- Skor di bawah 34 = TL
- Batas atas B = M + 1,5 SUD
60 + (1,5 x 13) = 79,5
- Skor di atas 79, 5 = A
4) Selanjutnya kita mentransfer skor-skor mentah dari 20 siswa tersebut ke dalam niali abjad sebagai berikut:
- Skor 80 ke atas = A = Tidak ada
- Skor 67 s.d 79,5 = B = 6 Orang
- Skor 54 s.d 66,5 = C = 10 Orang
- Skor 34 s.d 53,5 = D = 4 orang
- Skor di bawah 34 = TL = Tidak ada
disertakan bersama cara pembagian terstruktur mengenai mirip di atas, ternyata hasilnya lebih baik dalam arti banyak yang lulus meskipun Istimewa untuk memperoleh nilai D. Hal ini dimungkinkan di akibatkan dalam pembagian terstruktur mengenai tersebut kita memakai segenap dan semua range dari kurva normal, yaitu dari -3 DS s.d. +3 DS.
b. Mengolah Skor Mentah Menjadi Nilai Huruf dengan Batas Lulus = Mean
Misalkan seorang guru memperoleh skor dari hasil ujian semester dari 50 siswa sebagai berikut:[20][20]
- Batas bawah D atau batas lulus = mean = 63
- Skor di bawah 63 = TL
- Batas atas D = M + 1 SUD = M + 0,75 DS
= 63 + 14,25 = 77 (dibulatkan)
- Batas atas C = M + 2 SUD = M + 1,5 DS
= 63 + 28,5 = 92 (dibulatkan)
- Batas atas B = M + 3 SUD = M + 2,25 DS
= 63 + 42,75 = 106 (dibulatkan)
- Skor di atas 106 = A
disertakan bersama perhitungan tersebut, maka hasil kelulusan dari 50 siswa yaitu sebagai berikut:
Yang tidak lulus (TL), skor di bawah 63 = 23 orang
Yang menerima nilai D, skor 63 – 77 = 15 orang
Yang menerima nilai C, skor 78 – 92 = 10 orang
Yang menerima nilai B, skor 93 – 106 = 2 orang
Yang menerima nilai A, akor di atas 106 = tidak ada
Jika dibandingkan dengan cara pembagian terstruktur mengenai terdahulu, maka cara yang terakhir ini ternyata lebih mahal. Dari 50 orang siswa yang ujian, ternyata sebanyak 23 orang tidak lulus (hampir 50%).
c. Mengolah Skor Mentah Menjadi Nilai Huruf dengan Menggunakan Mean Ideal dan DS Ideal
Misalkan kalau skor maksimum ideal dari tes yang diberikan ketepat di 50 siswa tersebut = 120, maka:
mean ideal = ½ x skor maksimum ideal = 60
DS ideal vdari tes tersebut = x 60 = 20
disertakan bersama cara menjabarkan yang telah dan sudah diuraikan sebelumnya, yakni dengan ketentuan batas lulus = mean, dan dengan demikian, 1 SUD = 0,75 DS, kita peroleh perhitungan sebagai berikut:
- Batas bawah D atau batas lulus = mean = 60
- Skor di bawah 60 = TL
- Batas atas D = M + 1 SUD = M + 0,75 DS
= 60 + (0,75 x 20) = 60 + 15 = 75
- Batas atas C = M + 2 SUD = M + 1,5 DS
= 60 + (1,5 x 20) = 60 + 30 = 90
- Batas atas B = M + 3 SUD = M + 2,25 DS
= 60 + (2,25 x 20) = 60 + 45 = 105
- Skor di atas 105 = A
disertakan bersama perhitungan tersebut, maka hasil kelulusan dari 50 siswa adalah:
Yang tidak lulus (TL), skor di bawah 60 = 20 orang
Yang menerima nilai D, skor 60 - 75 = 16 orang
Yang menerima nilai C, skor 76 - 90 = 11 orang
Yang menerima nilai B, skor 91 – 105 = 3 orang
Yang menerima nilai A, akor di atas 105 = tidak ada
Jika dibandingkan dengan hasil perhitungan sebelumnya, ternyata hasil kelulusan berimbang atau hampir sama. Yang tidak lulus Istimewa untuk selisih 3 orang, yang kedua-duanya tidak ada yang memperoleh nilai A. Hal ini antara lain yaitu di akibatkan skor maksimum ideal dari tes yang diolah yaitu 120, sedangkan nilai maksimum kasatmata (nilai tertinggi dari kelompok yang dites) yaitu 97, yang berarti masih jauh di bawah nilai maksimum ideal 120. Akan tetapi, kalau nilai maksimum ideal dari tees itu 100 misalnya, maka mean ideal = 50 dan DS ideal = 16,7, dibulatkan menjadi 17. disertakan bersama demikian, mungkin ada beberapa orang yang memperoleh nilai A, dan yang tidak lulus pun jumlahnya berkurang.[21][21]
2. Mengolah Skor Mentah Menjadi Nilai 1 – 10
Umpamakan seorang guru memperoleh skor mentah dari hasil ulangan sejarah di kelas III Sekolah Menengah Pertama yang berjumlah 50 orang siswa sebagai berikut:
Untuk mengolah skor mentah di atas menjadi nilai 1-10, kita perlu memperoleh mean (angka rata-rata) dan DS. Untuk itu skor mentah tersebut kita susun ke dalam tabel distribusi frekuensi. Langkah-langkah menyusunnya yaitu sebagai berikut:
a. Kita tentukan dulu banyaknya kelas interval dengan jalan:
- Mencari range (R), dengan mengurangi skor maksimum dengan skor minimum (range = selisih antara skor maksimum dan skor minimum)
- Bagilah range ke dalam interval-interval yang sama sedemikian rupa sehingga jumlah kelas interval antara 6 – 15 atau 11 – 19.
Rumus untuk memperoleh kelas interval: +1
b. Mengisi kolom 2 (kolom interval) di dalam tabel yang telah dan sudah tersedia. Mulailah dari skor minimum berturut-turut dengan interval yang telah dan sudah ditemukan dan sejumlah kelas yang telah dan sudah ditentukan sempurna di langkah pertama
c. Membuat tally sempurna di kolom 3 (menabulasikan tiap-tiap skor ke dalam kelasnya).
d. Mengisi angka (jumlah) tally ke dalam kolom 4 (f)
e. Menentukan deviasi sempurna di lajur d dengan memutuskan letak mean dugaan (M’) dengan angka nol sempurna di kelas tertentu. Untuk menduga letak nol tersebut sanggup kita pilih kelas yang mengandung frekuensi yang paling tinggi. Selanjutnya kita letakkan angka-angka deviasi itu dari nol ke atas dan ke bawah. Angka-angka di atas nol kita beri tanda + (plus) dan angka-angka di bawah nol diberi tanda – (minus)
f. Mengisi lajur fd dengan mengalikan angka-angka sempurna di lajur f dan d. Kemudian hasilnya dijumlahkan sempurna di bab bawah dari tabel (= fd). Sampai sempurna di kolom 6 (fd) kita telah dan sudah sanggup menghitung besarnya mean yang bekerjsama dari tabel tersebut. Akan tetapi, di akibatkan kita masih memerlukan memperoleh DS (deviasi standar), kita perlu menambah satu kolom lagi untuk memperoleh .
g. Mengisi lajur , kemudian dijumlahkan pula sempurna di bab bawah dari tabel sehingga kita peroleh yang diharapkan dalam rumus untuk memperoleh DS.
Dari skor mentah hasil ulangan tersebut, kita sanggup menyusun tabel distribusi frekuensi mirip berikut:
Skor maksimum = 87
Skor minimum = 7
Range = 87 – 7 = 80
Banyaknya kelas interval:
+ 1 = + 1 = 11
Jadi, interval (i) = 8, kelas interval = 11
Tabel Distribusi Frekuensi
Setelah dan sudah kita temukan besarnya mean dan DS, (mean = 45,54 dan DS = 15), langkah selanjutnya ialah menjabarkan skor mentah yang kita peroleh ke dalam nilai 1 – 10 dengan memakai rumus pembagian terstruktur mengenai sebagai berikut:
M - 0,25 DS = 5
M - 0,75 DS = 4
M - 1,25 DS = 3
M - 1,75 DS = 2
M - 2,25 DS = 1
Rumus Penjabaran
M + 2,25 DS = 10
M + 1,75 DS = 9
M + 1,25 DS = 8
M + 0,75 DS = 7
M + 0,25 DS = 6
Penjabarannya
79 ke atas = 10
72 s.d. 78 = 9
64 s.d. 71 = 8
57 s.d. 63 = 7
49 s.d. 56 = 6
42 s.d. 48 = 5
Hasil Perhitungan
45,54 + (2,25 x 15) = 79,29 dibulatkan = 79
45,54 + (1,75 x 15) = 71,79 dibulatkan = 72
45,54 + (1,25 x 15) = 64,29 dibulatkan = 64
45,54 + (0,75 x 15) = 56.79 dibulatkan = 57
45,54 + (0,25 x 15) = 49,29 dibulatkan = 49
45,54 - (0,25 x 15) = 41,79 dibulatkan = 42
34 s.d. 41 = 4
27 s.d. 33 = 3
19 s.d. 26 = 2
12 s.d. 18 = 1
11 ke bawah = 0
45,54 - (0,75 x 15) = 34,29 dibulatkan = 34
45,54 - (1,25 x 15) = 26,79 dibulatkan = 27
45,54 - (1,75 x 15) = 19,29 dibulatkan = 19
45,54 - (2,25 x 15) = 11,79 dibulatkan = 12
Kebaikan sistem penskoran mirip ini ialah bahwa nilai-nilai yang diperoleh siswa benar-benar mencerminkan kapasitas kelompok (disesuaikan dengan kondisi atau tingkat kepandaian kelompok yang bersangkutan).
Akan tetapi, kelemahannya ialah bahwa nilai-nilai yang diperoleh sistem tersebut belum mencerminkan hingga dimana pencapaian scope materi pelajaran yang diteskan. Oleh di akibatkan itu, untuk mengurangi kelemahan ini kita juga melaksanakan sistem penskoran dengan memakai mean ideal dan DS ideal. cara Dan Tekniknya yaitu sebagai berikut:
Misalkan tes yang dipergunakan untuk ulangan sejarah di atas mempunyai skor maksimum ideal = 100.
Mean ideal = = = 50
DS ideal = = = 16,6
disertakan bersama memakai rumus pembagian terstruktur mengenai tersebut, maka:
50 + (2,25 x 16,6) = 87,35 dibulatkan = 87 ® 10
50 + (1,75 x 16,6) = 79,05 dibulatkan = 79 ® 9
50 + (1,25 x 16,6) = 70,75 dibulatkan = 71 ® 8
50 + (0,75 x 16,6) = 62,45 dibulatkan = 62 ® 7
50 + (0,25 x 16,6) = 54,15 dibulatkan = 54® 6
50 - (0,25 x 16,6) = 45,85 dibulatkan = 46 ® 5
50 - (0,75 x 16,6) = 37,55 dibulatkan = 38 ® 4
50 - (1,25 x 16,6) = 29,25 dibulatkan = 29 ® 3
50 - (1,75 x 16,6) = 20,95 dibulatkan = 21 ® 2
50 - (2,25 x 16,6) = 12,65 dibulatkan = 13 ® 1
disertakan bersama memakai mean ideal dan DS ideal, ternyata hasilnya berlainan. Siswa yang menerima nilai 10 yaitu siswa yang memperoleh skor mentah 87 ke atas, dan bukan 79 ke atas mirip hasil perhitungan memakai mean dan DS aktual. Juga yang menerima nilai 6 yaitu siswa yang memperoleh skor mentah 54 s.d. 61, bukan 49 s.d. 56.[22][22]
3. Mengolah Skor Mentah Menjadi Nilai dengan Persen
Yakni besarnya nilai yang diperoleh siswa yaitu persentase dari skor maksimum ideal yang seharusnya dicapai kalau tes tersebut dikerjaan dengan hasil 100% betul.
Rumus evaluasi yaitu sebagai berikut: NP =
Keterangan:
MP = nilai persen yang dicari atau diharapkan
R = skor mentah yang diperoleh siswa
SM = skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan
100 = bilangan tetap
Beberapa contoh sebagai penjelasan:
- Siswa A memperoleh skor 64 dari tes matematika yang mempunyai skor maksimum ideal = 80
Maka nilai A yang bekerjsama adalah x 100 = 80
- Siswa B memperoleh skor 64 dari tes bahasa indonesia yang mempunyai skor maksimum ideal = 100. Maka nilai B = 64
cara Dan Teknik menilai dengan persen sering dilakukan oleh guru-guru, hal ini di akibatkan dianggap lebih gampang dan praktis.[23][23]
4. Mengolah Skor Mentah Menjadi Skor Standar z
Yang dimaksud dengan skor z yaitu skor yang penjabarannya didasarkan atas unit deviasi standar dari mean. Dalam hal ini mean ditetapkan = 0 (nol). Oleh di akibatkan itu, dnegan pembagian terstruktur mengenai skor-skor mentah menjadi skor standar z kita sanggup melihat bagaimana kedudukan skor tersebut dibandingkan dengan rata-rata skor kelompoknya.
Misalkan hasil tes umar sebagai berikut:
Bahasa Indonesia = 65
Matematika = 55
IPS = 70
disertakan bersama membandingkan skor yang dicapai Umar dengan mean nya masing-masing, sepintas kita lihat bahwa Umar bukan sangat cendekia dalam IPS, malah ia lebih baik dalam matematika dan bahasa indonesia. disertakan bersama memakai mean dan DS itu kita sanggup mengubah skor-skor yang diperoleh Umar menjadi skor z.
Rumusnya: Skor z
disertakan bersama memakai rumus tersebut, kita sanggup mengubah skor yang dicapai Umar ke dalam skor z sebagai berikut:
Bahasan Indonesia = = = +1,25
Matematika = = = +2,5
IPS = = = - 1,0
Melihat hasil skor z di atas kita sanggup mengetahui bahwa Umar dalam bahasa indonesia yaitu 1,25 DS di atas mean, untuk matematika 2,5 DS di atas mean, sedangkan untuk IPS 1,0 DS di bawah mean.[24][24]
5. Mengolah Skor Mentah Menjadi Skor Standar T
Yang dimaksud dengan skor T ialah angka skala yang memakai dasar mean = 50 dan jarak tiap deviasi standar (DS) = 10. Di dalam range -3 DS hingga dengan +3 DS, T tersebar dari 20 s.d. 80, tanpa bilangan –bilangan minus.
Suatu panitia ujian sekolah misalnya, sanggup memilih “batas lulus” dari banyak sekali mata pelajaran dengan kedudukan nilai skor yang sama sehabis dan sudah setiap skor dari mata pelajaran tersebut dijabarkan ke dalam skor T.
Rumusnya: Skor T = ( ) 10 + 50 atau
Skor T = 10 Z + 50
Jika skor-skor yang diperoleh Umar tadi kita jabarkan ke dalam skor T, akan kita peroleh sebagai berikut:
Bahasa Indonesia = ( ) x 10 + 50 = (+1,25) x 10 + 50 = 62,5
Matematika = ( ) x 10 + 50 = (+2,5) x 10 + 50 = 75,0
IPS = ( ) x 10 + 50 = (-1,0) x 10 + 50 = 40,0
disertakan bersama melihat hasil pembagian terstruktur mengenai ke dalam skor T di atas, secara cepat kita sanggup menyampaikan bahwa Umar mempunyai prestasi yang cukup baik dalam matematika dibandingkan dengan teman sekelompoknya, dan kurang baik prestasinya dalam IPS.[25]
[1][1]Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 289.
[2][2]Ibid., h. 290-292.
[3][3]Ibid., h. 292-295.
[4][4]Mushtar Buchori, Teknik-teknik Evaluasi dalam Pendidikan (Bandung: Jemmars, 1990), h. 220.
[5][5]Anas Sudijono, Pengantar, h. 297-298.
[6][6]Ibid., h. 298-299.
[7][7]Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), h. 70.
[8][8]Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 225-226.
[9][9]Ibid., h. 228.
[10][10]Ibid., 228-229.
[11][11]Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: BT Bumi Aksara, 2009), h. 229-230.
[12][12]Ibid., h. 230-232.
[13][13]Ibid., h. 234-235.
[14][14]Anas Sudijono, Pengantar, h. 309.
[15][15]Anas Sudijono, Pengantar, h. 311.
[16][16]Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip, h. 76.
[17][17]Ibid., h. 77.
[18][18]Ibid., h. 88.
[19][19]Ibid., h. 89-92.
[20][20]Ibid., h. 92-95.
[21][21]Ibid., h. 95-96.
[22][22]Ibid., h. 97-101.
[23][23]Ibid., h. 102.
[24][24]Ibid., h. 103-104.
[25][25]Ibid., h. 106.
Advertisement