Aku Istimewa untuk Ingin Warnaku Sendiri meski tidak serupa warna dengan yang lain- Di Negeri Tanangkai hidup banyak sekali macam binatang dengan banyak sekali macam warnanya pula. Ada Galung, si gajah, dengan rumpun keluarganya yang berwarna abu-abu. Ada Ruki, si rusa, dengan tanduk indah dan badan atletisnya yang berwarna coklat. Ada Meri, si burung merpati, yang putih cemerlang. Pokoknya semua binatang mempunyai warna khasnya sendiri --- Kecuali Alon, si bunglon...
Baca juga : Kebiasaan Kecil Yang Bisa Membuat Hati Senang dan Bikin Kamu ga Down
Aku Istimewa untuk Ingin Warnaku Sendiri meski tidak serupa warna dengan yang lain
Kemanapun Alon pergi, warna kulitnya pun akan ikut berubah menyesuaikan dengan tempatnya berada. Ia akan berwarna jingga ketika bertengger di buah jeruk yang matang. Saat tengah bermain-main di rerumpunan bunga lavender, dia akan ikut berwarna ungu. Bahkan ketika naik menunggang di bahu Zamba, si kuda zebra, kulitnya pun bermetamorfosis warna belang-belang hitam dan putih. Suatu hari disebapkan merasa sedih, cemburu dan sangat ingin mempunyai warna khasnya sendiri, Alon pun memutuskan untuk terus nangkring di atas sehelai daun. “Di atas daun yang hijau warna-ku pun akan menjadi hijau dan dengan begitu saya akan mempunyai warnaku sendiri,” pikirnya riang. Dan benar saja, Leon pun melompat dan bertengger di atas sehelai daun untuk sekian lama.
Namun bulan berganti dan demam isu gugur pun datang. Daun yang tadinya paling hijau di antara dedaunan lainnya, sekarang telah dan sudah berubah warna menjadi kuning. Tak pelak kulit Alon pun bermetamorfosis warna kuning. Tak usang berselang daun tadi kembali berubah warna menjadi warna merah dan Alon yang masih setia nangkring di atasnya juga ikut berubah.
Musim kembali berganti dan angin demam isu hirau taacuh yang berhembus berpengaruh menghempaskan daun daerah Alon bertengger dari dahannya, Alon pun ikut terbawa bersamanya. Dan di malam-malam demam isu hirau taacuh yang kelam mencekam, kulit Alon bermetamorfosis hitam mengikuti warna daun yang sekarang telah dan sudah gugur dan menyatu dengan tanah di dalam kelabunya malam.
Saat demam isu semi hasilnya datang, Alon melangkah di rerumpunan rumput yang hijau. Di sana Alon bertemu dengan seekor bunglon lainnya. Alon pun membuatkan dongeng dengannya. Dikisahkannyalah impiannya untuk mempunyai warna khasnya sendiri dan juga perjalanan sedihnya melewati musim-musim kemarin.
“Apa kita tak akan pernah sanggup mempunyai warna khas kita sendiri?” tanya Alon lesu sempurna pada teman bunglonnya.
Teman bunglon Alon yang lebih renta dan tentunya lebih mempunyai banyak pengalaman menjawab dengan bijak, “Sepertinya tidak.” “Tapi mengapa mendapat warna khas kita sendiri sempurna padahal kita sendiri telah dan sudah mempunyai sesuatu yang khas dengan kulit kita yang sanggup berubah-ubah warna?” lanjutnya lagi. “Dan kemarilah. Mari kita berjalan-jalan bersama. Mungkin warna kita memang akan terus berubah-ubah menyesuaikan daerah yang kita datangi, tapi kita akan selalu bersama-sama. Kita akan tidak serupa bersama.”
Dan kedua bunglon tadi pun terus beriringan bersama. Mereka hijau bersama. Mereka kuning bersama. Mereka merah bersama.
Pesan Moral: Terkadang disebapkan rasa cemburu terhadap apa yang dimiliki oleh orang lain, kita hingga buta terhadap kelebihan kita sendiri yang mungkin memang tidak serupa dari yang lain. Dan tahu tidak teman blog ademjilem? Sebenarnya tak ada duduk kasus bila kita tidak serupa dari yang lain, itu juga ialah suatu keindahan. Dan yang paling penting ialah jan cubo cubo hingga kita menutup diri dari lingkungan, lantaran keberadaan teman sanggup memmemberi pemberian kita melewati titik-titik sulit dalam kehidupan.
Namun bulan berganti dan demam isu gugur pun datang. Daun yang tadinya paling hijau di antara dedaunan lainnya, sekarang telah dan sudah berubah warna menjadi kuning. Tak pelak kulit Alon pun bermetamorfosis warna kuning. Tak usang berselang daun tadi kembali berubah warna menjadi warna merah dan Alon yang masih setia nangkring di atasnya juga ikut berubah.
Musim kembali berganti dan angin demam isu hirau taacuh yang berhembus berpengaruh menghempaskan daun daerah Alon bertengger dari dahannya, Alon pun ikut terbawa bersamanya. Dan di malam-malam demam isu hirau taacuh yang kelam mencekam, kulit Alon bermetamorfosis hitam mengikuti warna daun yang sekarang telah dan sudah gugur dan menyatu dengan tanah di dalam kelabunya malam.
Saat demam isu semi hasilnya datang, Alon melangkah di rerumpunan rumput yang hijau. Di sana Alon bertemu dengan seekor bunglon lainnya. Alon pun membuatkan dongeng dengannya. Dikisahkannyalah impiannya untuk mempunyai warna khasnya sendiri dan juga perjalanan sedihnya melewati musim-musim kemarin.
“Apa kita tak akan pernah sanggup mempunyai warna khas kita sendiri?” tanya Alon lesu sempurna pada teman bunglonnya.
Teman bunglon Alon yang lebih renta dan tentunya lebih mempunyai banyak pengalaman menjawab dengan bijak, “Sepertinya tidak.” “Tapi mengapa mendapat warna khas kita sendiri sempurna padahal kita sendiri telah dan sudah mempunyai sesuatu yang khas dengan kulit kita yang sanggup berubah-ubah warna?” lanjutnya lagi. “Dan kemarilah. Mari kita berjalan-jalan bersama. Mungkin warna kita memang akan terus berubah-ubah menyesuaikan daerah yang kita datangi, tapi kita akan selalu bersama-sama. Kita akan tidak serupa bersama.”
Dan kedua bunglon tadi pun terus beriringan bersama. Mereka hijau bersama. Mereka kuning bersama. Mereka merah bersama.
Pesan Moral: Terkadang disebapkan rasa cemburu terhadap apa yang dimiliki oleh orang lain, kita hingga buta terhadap kelebihan kita sendiri yang mungkin memang tidak serupa dari yang lain. Dan tahu tidak teman blog ademjilem? Sebenarnya tak ada duduk kasus bila kita tidak serupa dari yang lain, itu juga ialah suatu keindahan. Dan yang paling penting ialah jan cubo cubo hingga kita menutup diri dari lingkungan, lantaran keberadaan teman sanggup memmemberi pemberian kita melewati titik-titik sulit dalam kehidupan.
"Berbeda itu takdir, tapi sanggup melihat keindahan di dalamnya itu ialah pilihan."
Advertisement