Pokok-pokok FIlsafat Bagian Ke-V wacana Geometri Logika-Pekan V Geometri Logika
13. Pemetaan Hubungan Analitik
Di kuliah pertama wacana logika, kita pelajari bahwa logika—yaitu kecerdikan analitik—menyarikan kebenaran konkret suatu proposisi, dan memusatkan perhatian mula-mula dan terutama di forma telanjangnya (yang di dasarnya matematis), yaitu nilai kebenarannya. Pada pekan ini saya hendak merambah beberapa cara pengalihan bentuk telanjang ini menjadi bentuk bergambar, yang lebih kaya.
Para filsuf semenjak Aristoteles, dan bahkan sebelum itu, hampir semuanya mengakui bahwa kecerdikan dan matematika ialah disiplin yang bertalian erat. Hingga pertengahan kala kesembilanbelas, kebanyakan filsuf akan menyampaikan pertalian tersebut terbatas di aritmetika di khususnya, yang di dalamnya fungsi-fungsi ibarat penambahan, pengurangan, pengalian, dan pemberian mempunyai analogi yang terperinci dengan operator-operator kecerdikan ibarat “dan”, “tidak”, dan sebagainya. Namun kemudian seorang cendekiawan yang berjulukan George Boole (1815-1864) menulis buku yang mempertahankan sesuatu yang ia sebut “Aljabar Logika”. Ia memperagakan bahwa kekerabatan aljabarik pun bertalian bersahabat dengan kekerabatan logis dalam banyak hal.
Di kuliah pertama wacana logika, kita pelajari bahwa logika—yaitu kecerdikan analitik—menyarikan kebenaran konkret suatu proposisi, dan memusatkan perhatian mula-mula dan terutama di forma telanjangnya (yang di dasarnya matematis), yaitu nilai kebenarannya. Pada pekan ini saya hendak merambah beberapa cara pengalihan bentuk telanjang ini menjadi bentuk bergambar, yang lebih kaya.
Para filsuf semenjak Aristoteles, dan bahkan sebelum itu, hampir semuanya mengakui bahwa kecerdikan dan matematika ialah disiplin yang bertalian erat. Hingga pertengahan kala kesembilanbelas, kebanyakan filsuf akan menyampaikan pertalian tersebut terbatas di aritmetika di khususnya, yang di dalamnya fungsi-fungsi ibarat penambahan, pengurangan, pengalian, dan pemberian mempunyai analogi yang terperinci dengan operator-operator kecerdikan ibarat “dan”, “tidak”, dan sebagainya. Namun kemudian seorang cendekiawan yang berjulukan George Boole (1815-1864) menulis buku yang mempertahankan sesuatu yang ia sebut “Aljabar Logika”. Ia memperagakan bahwa kekerabatan aljabarik pun bertalian bersahabat dengan kekerabatan logis dalam banyak hal.
Walaupun ide-ide Boole terlalu rumit untuk dicermati di sebuah matakuliah pengantar, saya menyebut penemuannya dikarenakan saya yakin bahwa inovasi serupa menanti kita di daerah geometri. Karena alasan ini, saya sudah menggunakan beberapa diagram sederhana, di kesemuaan matakuliah ini, dengan cara yang sesuai dengan sesuatu yang saya sebut “Geometri Logika”. Pada pekan ini saya akan menjelaskan secara rinci bagaimana diagram-diagram itu dan diagram-diagram lain di aktualnya berfungsi sebagai “peta-peta” kekerabatan logis secara tepat. Kuliah pertama akan menyidik cara penyusunan peta yang bersesuaian dengan kekerabatan analitik, sedangkan kuliah kedua dengan kekerabatan sintetik. Lalu Kuliah 15 akan menyediakan banyak teladan wacana bagaimana kita sanggup memanfaatkan peta-peta tersebut untuk mendorong dan memperluas wawasan kita.
Pokok-pokok FIlsafat Bagian Ke-V wacana Geometri Logika
Suatu analogi yang tepat sanggup dibangun antara struktur gambar-gambar geometris sederhana dan jenis-jenis pembedaan logis yang paling mendasar, meskipun ini jarang, jika pernah, diakui sepenuhnya di masa lalu. Butir-awal analogi ini yaitu aturan analitik identitas (A = A); ini mengasumsikan bahwa sesuatu “ialah ibarat yang adanya” (a thing is “what it is”). Untuk menentukan diagram akurat yang sanggup melambangkan aturan kecerdikan yang paling sederhana ini, yang kita butuhkan khususlah memikirkan gambar geometris yang paling sederhana: sebuah titik. Secara teknis, titik itu berada sebagai posisi tunggal, tanpa pelebaran nyata ke arah mana pun, walau tentu saja bintik hitam yang melambangkan titik di Gambar V.1 niscaya sedikit-banyak mempunyai pelebaran biar kita sanggup melihat posisinya.
.A
Fungsi aturan non-kontradiksi yaitu memperlawankan “A” yang sendirian dalam aturan identitas dengan lawanan (opposite)-nya, “-A”. Gambar geometris yang memperlebar suatu titik dengan arah tunggal disebut garis. Tentu saja, ada dua jenis garis: lurus dan lengkung. Begitu pula, ada dua cara yang baik wacana penggambaran oposisi logis antara “A” dan ”-A” dalam bentuk gambar geometris: dengan menggunakan dua ujung segmen garis, atau dengan menggunakan sisi dalam dan sisi luar lingkaran, ibarat terlihat di bawah ini:
.A
Fungsi aturan non-kontradiksi yaitu memperlawankan “A” yang sendirian dalam aturan identitas dengan lawanan (opposite)-nya, “-A”. Gambar geometris yang memperlebar suatu titik dengan arah tunggal disebut garis. Tentu saja, ada dua jenis garis: lurus dan lengkung. Begitu pula, ada dua cara yang baik wacana penggambaran oposisi logis antara “A” dan ”-A” dalam bentuk gambar geometris: dengan menggunakan dua ujung segmen garis, atau dengan menggunakan sisi dalam dan sisi luar lingkaran, ibarat terlihat di bawah ini:
+
+
-
-
(a) Lingkaran (b) Garis
Pokok-pokok FIlsafat Bagian Ke-V wacana Geometri Logika [DOWNLOAD]
Perhatikanlah bahwa saya melabeli gambar-gambar itu dengan “+” dan “-“ saja. Simbol-simbol ini diturunkan pribadi dari aturan non-kontradiksi, khusus dengan menjatuhkan “A” dari kedua sisi per[tidak]samaan “A ? -A”. “A” yaitu lambang formal “isi”, sehingga menjatuhkan simbol ini menyiratkan, dengan cukup baik, bahwa dalam Geometri Logika, kita khusus memperhatikan bentuk perangkat-perangkat konsep yang kita pakai yang di logikanya telanjang. Karena ciri sederhana ini muncul dari aturan kecerdikan analitik, saya menyebutnya “hubungan analitik tingkat-satu” (atau “1LAR”). Seperti yang akan kita saksikan, pelambangan aturan ini dengan persamaan yang lebih sederhana, “+ ? -“ (yakni positif tidak sama dengan negatif), jauh mempermudah penanganan lawanan-lawanan logis yang tingkatnya lebih tinggi dan lebih rumit.
Segmen garis dan bulat sanggup dimanfaatkan sebagai peta segala pembedaan yang di dasarnya antara dua sebutan (term) yang berlawanan. Pembedaan sedemikian itu, ibarat yang kita pelajari dari Chuang Tzu pekan lalu, sudah lazim dalam cara pikir kita sehari-hari di dunia ini. Kita biasanya membagi benda-benda ke dalam pasangan-pasangan lawanan: pria-wanita, siang-malam, panas-dingin, dan sebagainya. Dalam kebanyakan hal, saya yakin segmen garis menyodorkan cara tertepat untuk melambangkan pembedaan-pembedaan semacam itu. Karena bulat menetapkan tapal batas antara “sisi luar” dan “sisi dalam”, kita seyogyanya menggunakan gambar ini khusus bila ada ketidakseimbangan antara dua sebutan yang dibicarakan—seperti, misalnya, bila satu sebutan bertindak sebagai pembatas sebutan lain, tetapi tidak sebaliknya.
Advertisement